Selasa, 01 Juni 2010

Pengaruh Soft Power Diplomacy Amerika Serikat Terhadap Perubahan Perilaku Budaya Masyarakat Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia zaman sekarang siapa yang tidak mengenal negara adi kuasa, Amerika Serikat? Bahkan mungkin lebih dari separuh masyarakat dunia mengenal yang namanya Hollywood. Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar pasti mengetahui tentang Amerika Serikat beserta beberapa kebudayaannya yang telah disebarkan selama bertahun-tahun dan kita seperti tidak menyadari hal itu.
Kita merasa bahwa perang sudah berakhir, tidak ada lagi perang-perang seperti dulu, dimana banyak terjadi pengeboman, tembak-menembak dan jatuhnya korban. Tanpa disadari yang sekarang sedang kita hadapi adalah perang budaya dan gaya hidup, dalam perang ini yang terjadi adalah kita masyarakat negara berkembanglah yang menjadi korban-korbannya.
Perhatikan hal-hal yang ada disekeliling kita saat ini, perhatikan apa yang kita makan, perhatikan cara kita berperilaku, kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan, semua menunjukan tanda-tanda bahwa kita beperilaku seperti orang-orang barat, khususnya Amerika Serikat.
Dalam jurnalnya, Doddy W. Sjahbuddin mengatakan, ”The metaphor of “progress” in Indonesia due to development and modernization has brought such changes as the coming of consumer culture, department store, supermarkets and shopping malls, the introduction of credit cards and banking system”.
Jelas bahwa budaya asli dari Indonesia sendiri sudah tersingkirkan dari kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri, khususnya masyarakat perkotaan. Budaya yang hampir hilang terutama adalah gaya hidup sehari-hari dan hiburan yang digemari. Baik tua maupun muda, masyarakat perkotaan sudah terbiasa dan tenggelam dengan pola hidup ala Amerika Serikat, terutama anak-anak muda. Sifat konsumerisme juga mulai menyebar disegala kalangan, buruknya yang dimaksud segala kalangan ini benar-benar segala kalangan, tidak memandang apakah itu orang kaya ataupun orang miskin, tidak peduli juga anak muda atau orang tua, bahkan kota maupun desa. Sekarang semua orang berlomba-lomba untuk memiliki produk-produk terbaru.
Zaman sekarang ini banyak sekali anak-anak muda Indonesia yang tidak hafal lagu-lagu daerah ataupun lagu perjuangan, jangankan lagu, permainan khas Indonesia saja mereka tidak tahu, dan hal terburuk yang terjadi adalah pada saat seorang anak tidak hidup ala barat atau mudahnya tidak berpakaian ala barat, maka kemungkinan anak tersebut akan tidak memiliki teman sebanyak yang seharusnya, bahkan kemungkinan akan dibuat sebagai bahan olok-olok atau pelecehan, karena dianggap tidak mengikuti trend. Apakah hal seperti ini pantas dilakukan? Karena tidak mengikuti gaya hidup barat maka tidak pantas untuk memilki teman? Dan bagaimana hal ini bisa terjadi? Bagaimana budaya Amerika ini dapat masuk dan merajalela di berbagai negara?
Jadi apakah benar bahwa perang sudah berakhir? Atau ini bukanlah perang, tetapi hanya Indoensia saja yang tidak dapat melestarikan budayanya dengan baik sehingga posisi kebudayaan dapat digeser dengan mudahnya oleh budaya luar? Tetapi jika demikian mengapa budaya Amerika Serikat yang menguasai Indonesia? Bukan budaya Belanda atau Portugis yang jelas-jelas merekalah yang dulu pernah menjajah negara kita.
Belanda menjajah kita selama 3,5 abad. Tetapi sedikit sekali budaya Belanda yang melekat pada kehidupan kita sekarang ini. Yang ditinggalkan oleh penjajahan Belanda hanyalah gedung-gedung tua dan beberapa bahasa daerah yang sudah tercampur-campur. Dari hal ini dapat kita lihat sebenarnya budaya Indonesia tidak selemah itu. Tetapi kenapa sekarang budaya Indonesia bisa memudar?
Kejadian ini biasa dianggap sebagai soft power yang dilakukan Amerika Serikat, soft power itu sendiri yang dimaksudkan negara lain terhadap Amerika Serikat, adalah penggunaan kekuatan dengan cara halus. Soft power, therefore, is not just a matter of ephemeral popularity; it is a means of obtaining outcomes the United States wants . Menurut pendapat saya hal ini sangat mendukung berjalannya kebijakan Amerika, disamping Amerika kuat, ia juga terkenal sehingga untuk mengatakan apa kebijakannya, kemungkinan besar Negara-negara lain akan mendengarkannya meski mungkin tidak menjalankannya, dengan kata lain, Amerika Serikat berarti sudah memenangkan tingkat popularitas di dunia internasional.

B. TUJUAN PENULISAN :
Tujuan penulisan ini adalah mengetahui:
1. Apa yang dimaksud budaya Amerika?
2. Hal-hal yang menyebabkan masuknya budaya Amerika Serikat ke Indonesia.
3. Pengaruh dan perubahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Amerika Serikat
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan budaya Amerika? Apa benar ada yang namanya budaya Amerika? Amerika adalah negara yang ditemukan pertama kali oleh Amerigo Vespuci, dari situ pula nama Amerika berasal, dan penjelajahan secara keseluruhan yang dilakukan Christopher Columbus, sehingga diproklamirkan bahwa ia-lah penemunya. Budaya Amerika sendiri dapat dikatakan sebagai budaya yang sudah tercampur-aduk. Tidak ada budaya asli Amerika, karena Amerika serikat sendiri sebenarnya sudah dihuni oleh suku Indian.
Tetapi sekarang ini budaya tersebut sudah tidak lagi nampak dipermukaan, budaya-budaya tersebut sudah terhapuskan dan tergantikan, padahal merekalah penduduk asli Amerika. Para warga yang sekarang ada di Amerika serikat, hampir seluruhnya bukan berasal asli dari Amerika kecuali para keturunan suku Indian tersebut, mereka semua campuran dari berbagai negara dan benua. Budaya Amerika Serikat yang ada sekarang ini adalah hasil campuran dari berbagai budaya yang dimiliki para pendatang tersebut dan budaya suku Indian.
Dari campuran berbagai budaya tersebut, maka dihasilkanlah budaya Amerika dan lebih terkenal lagi dari hasil campuran budaya tersebut adalah pop culture. Dan menurut Pico Iyer, salah satu cara penyebaran budaya Amerika ke negara lain adalah melalui kebudayaan tua itu sendiri. “How America’s pop cultural imperialism spread through the worlds’ most ancient civilization” Dimana sekarang hampir semua anak muda didunia mengikutinya dan menirunya, apapun yang menjadi trend di Amerika, para anak-anak muda akan segera menirunya. Karena terjadinya pencampuran budaya yang terkenal ini budaya-budaya asli yang sudah ada menjadi terkontaminasi dan bercampur dengan budaya buatan Amerika tersebut, atau dengan kata lain“The world is moving toward a uniform, mechanized, stereotyped culture in which pop culture ruled the world and America ruled pop culture.”
Sekarang ini budaya Amerika sudah dianggap sebagai budaya global, dimana mayoritas masyarakat dunia mengikutinya. “Since cultures are not “frozen” but correlating one another, which becomes more prominent with the minimized cost of time and space, given overwhelming influences of the U.S. on the rest of the world in various aspects for the past decades, the hypothesis of America as a cultural hegemony becomes highly controversial.”

B. Hal-hal Penyebab Masuknya Budaya Amerika
Menurut beberapa ahli dan sumber, hal-hal yang menyebabkan masuknya budaya Amerika Serikat ke Indonesia adalah, pertama karena adanya pengaruh kemenangan Amerika Serikat pada Perang Dunia II yang menyebabkan Amerika berdiri sebagai kekuatan unipolar dan didukung oleh persiapan di masa lalu.“The rise of United State to global hegemony was a long process that began in earnest with the world rescission of 1873” , yang mengokohkan posisi Amerika Serikat di dunia internasional. Sehingga banyak negara-negara di dunia yang mau tidak mau membuka diri dan mengikuti apa yang Amerika Serikat ingin lakukan. “Dominant power evokes nearly automatically a quest by other societies to achieve a greater decision and reduce the relative position of the strongest.”
Kemenangan yang menunjukan betapa kuatnya militer Amerika ini, membuat Amerika Serikat dihormati negara-negara lain atau dapat juga dikatakan ditakuti oleh negara lain Hal ini menyebabkan mudahnya budaya Amerika Serikat memasuki negara-negara lain dan budayanya dianggap sebagai budaya internasional yang menjadi trend hingga sekarang.
Kedua, factor pertama yang cukup kuat mendorong masuknya Amerika Serikat setelah memenangkan Perang Dunia II. Membuat Amerika berhasil mempengaruhi dunia dengan program-program pada organisasi yang dibentuknya,“One long-term factor is the West.s very success in its major foreign policy objective since World War Two: victory in the Cold War. America.s subsequent status as the sole remaining global superpower.or, to some, a .hyper power..has spawned anxiety, even fear, about the U.S. using its power indiscriminately.” Setelah kemenangan yang didapat Amerika mendirikan berbagai organisasi dengan tujuan memberikan kedamaian pada dunia dan juga membantu negara-negara yang miskin atau hancur pasca Perang Dunia II. “To some extent these reactions are the inevitable result of America’s unique position as the sole remaining superpower and would exist no matter how to U.S conduct diplomacy”
Salah satunya Indonesia yang baru merdeka dan membutuhkan bantuan untuk membangun bangsanya agar dapat bersaing dengan negara lain. Karena banyak membutuhkan bantuan baik dari segi system maupun ekonomi akhirnya Indonesia sampai sekarang terus menerus meminta dan menerima bantuan yang diberikan oleh organisasi-organisasi yang didirikan oleh Amerika Serikat maupun secara langsung meminta tolong pada Amerika Serikat. “America success in such a world will be measured by a gradual amelioration of wide variety of political, economy, strategy and social problems.”
Dengan demikian, karena bantuan yang diterima sudah banyak, sehingga Indonesia tidak bisa mandiri, yang juga sepertinya tidak diperbolehkan mandiri oleh Amerika Serikat, agar Amerika Serikat dapat menjadi pahlawan karena terus membantu negara miskin dan berkembang. Atau kemungkinan Indonesia tidak dibiarkan mandiri karena apa yang Amerika korbakan untuk Indonesis sudah cukup besar, kemungkinan Indonesia untuk membayar pun kecil, akhirnya Amerika memasukan perekonomiannya dalam tubuh perekonomian Indoensia dimana seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan swasta lebih banyak jumlahnya dibandingkan perusahaan negara dan juga lebih maju. Kondisi ini membuat banyaknya budaya dan gaya hidup Amerika yang masuk, karena produk yag dikonsumsi kita sama modelnya dengan yang ada di Amerika
Ketiga, salah satu pendukung masuknya budaya Amerika yang kuat adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi yang sangat pesat ini juga menjadi salah satu pendukung terjadinya globalisasi. Kemajuan teknologi membuat aliran berita dan berbagai macam hal lainnya menjadi cepat, pertukaran informasi dapat dilakukan hanya dengan waktu yang singkat. Di Amerika sendiri persebaran budaya dan trend yang sedang berlaku pun melalui teknologi. “If I am right, there is an enormously powerful common culture in America and it is carried predominantly by the market and the state and by their agencies of socialization: television and education.”
Karena penyebaran budaya yang sudah berjalan baik, ditambah dengan pengakuan dunia akan kesukaannya dengan budaya yang ditawarkan, membuat penyebaran budaya Amerika Serikat ini semakin cepat dan mengakar. Keterbukaan dunia dan Indonesia khususnya akan budaya Amerika yang dianggap “keren”, membuat segala sesuatu yang ditawarkan Amerika terlihat bagus dan baik untuk ditiru.
Keempat, masuknya budaya Amerika Serikat ke Indonesia adalah melalui dunia hiburan atau entertainment. Dimana hal ini terjadi pada saat masuknya dunia perfilman dan munculnya gedung-gedung bioskop di Indonesia pada umumnya dan Jakarta pada khususnya. “The coming popular culture brought by the media is not a coincidence”
Disamping itu, selain masuknya film ke Indonesia, adanya pesawat televisi juga mendukung penyebaran budaya Amerika Serikat, dan bahkan program-program acara yang disediakan lebih luas dan lebih spesifik menggambarkan kehidupan di Amerika Serikat dibandingkan dengan film yang hanya berdurasi rata-rata 120 menit dan kebanyakan bercerita hal yang lebih pendek dan berlatar belakang tidak selalu mengenai fakta, dibandingkan dengan program televisi yang kebanyakan menggambarkan kejadian kehidupan sehari-hari di Amerika.


C. Perubahan yang terjadi pada Masyarakat
Perubahan yang tampak pada kehidupan masyarakat Indonesia, Jakarta khususnya. Pertama, dapat dilihat dari gaya hidupnya. Dimana gaya hidup ini dipengaruhi karena adanya produk-produk yang mendukung terjadinya perubahan tersebut. Sebagai salah satu contoh adalah gaya hidup instant. Semua orang berkompetisi melakukan dengan cepat, yang dikarenakan hal yang diutamakan adalah uang, dimana uang zaman sekarang ini diciptakan oleh system perbankan, yang mana system perbankan sekarang ini dibuat dan diatur oleh Amerika Serikat.
Gaya hidup ini sudah sangat merajalela, semua orang berlomba-lomba memberikan dan melakasankan segala sesuatunya denga cepat. Karena satu-satunya hal yang tidak terbeli oleh uang adalah waktu, sehingga kecepatan dan waktu menjadi hal berharga yang difavoritkan. Hal yang bersifat instant difavoritkan mulai dari makanan, jasa pengantar cepat, dan segala sesuatu hal yang mendukung percepatan penyelesaian masalah.
Selain masalah gaya hidup yang serba instant, gaya hidup yang turut menular cukup mendalam adalah individualisme yang tinggi. Di Amerika Serikat, setiap orangnya sangat menjunjung tinggi privasi seseorang, tetapi tidak menutup sikap sosialisasi antar satu sama lainnya. Sikap individualime yang tinggi mengakibatkan ambisi yang tinggi untuk meraih impian diri sendiri yang mengakibatkan sulitnya untuk memiliki hubungan social dengan orang lain. Hal baik yang yang timbul dalam gaya hidup ini adalah masing-masing individu memiliki penghargaan terhadap hasil karya orang lain yang baru dan berinovasi tinggi, “Because the culture values individuality, Americans admire those who do something new and innovative.” dan karena hal itu maka timbulnya perkembangan pesat dalam hampir segala aspek kehidupan dan hal yang paling kita nikmati adalah inovasi di bidang teknologi.
Adanya sikap individualisme yang tinggi menyebabkan orang bebas untuk memenuhi kebutuhannya tanpa memperdulikan adanya gangguan dari sikap dan pendapat orang lain, tetapi hal ini menyebabkan tingginya sikap yang konsumtif. “Individualism also fuels hyper-consumerism in the U.S.”
Kedua, pakaian atau fashion. Hal yang paling mudah dilihat ini, karena sifatnya berbentuk fisik pun sangat dipengaruhi. Baik anak muda, anak kecil maupun orang tua sekarang semua pakaian yang dikenakan modelnya sama dengan apa yang sedang terkenal di Amerika sana. Meskipun pusat fashion dunia adalah Perancis, tetapi kalau bintang Hollywood atau anak-anak muda Amerika belum mengenakannya maka negara lain pun tidak ada yang mengikuti.
Ketiga, pendidikan. Hal yang tidak disangka-sangka ini pun menjadi salah satu akibat dan dapat juga dikatakan sebagai penyebab semakin meluasnya budaya Amerika Serikat di Indonesia. Banyak anak-anak muda Indonesia yang melanjutkan jenjang pendidikannya di negeri “Paman Sam” tersebut. Ini adalah salah satu fakta yang dapat memperkuat dugaan tersebut.
“Kedua masalah hubungan “informal” diluar hubungan diplomasi resmi ini tidak kalah pentingnya. Umpama hubungan edukatif, dimana pada tahun 1995 antara 20.000-30.000 mahasiswa kita belajar di Amerika Serikat. Dan sebelum itu tidak sedikit militer kita meningkatkan keterampilannya di Amerika Serikat. Hubungan-hubungan diplomasi ini, juga dibidang bisnis dan financial economy ikut meningkatkan hubungan Indonesia-Amerika Serikat”.
Hal lain yang menyatakan kesamaan pengajaran yang diberikan di Indonesia tidak akan jauh berbeda dengan apa yang ada di Amerika Serikat.
“Almost consequently, courses focusing on popular culture studies have been introduced into U.S. College or university curricula”. Hal ini dikarenakan budaya Amerika yang sudah merajalela, sudah masuk meresap hingga ke pendidikan di negaranya itu snediri dan tertular ke negara-negara yang mengikuti budaya tersebut.
Keempat, perubahan juga terjadi pada makanan yang kita konsumsi, sekarang jenis masakan yang ada di Indonesia, di Jakarta khususnya sangat beragam. Tapi satu poin yang tidak dapat dipungkiri dari hal tersebut adalah bahwa semua makanan yang ada mayoritas disajikan dalam bentuk Instant, semua berbentuk cepat saji, dan tentu saja makanan yang menjadi favorit di kalangan remaja adalah makanan khas negeri barat. Perubahan yang begitu banyak ini dari segi-segi yang krusial, cukup mengancam posisi budaya Indonesia, untungnya dari segi kuliner, Indonesia memilki ke-khasan tersendiri yang tidak bisa digantikan.
Hal yang hampir masuk ke Indonesia adalah hilangnya kepercayaan terhadap adanya Tuhan, anak-anak muda zaman sekarang dan beberapa orang tua yang hidup penuh dalam metropolitan dan kemodernisasian tidak terlalu percaya akan adanya Tuhan dan menganggap agama hanya sebagai ilusi belaka. Hal ini tidak dapat menular terlalu dalam karena Indonesia dibangun di atas dasar agama yang kuat. Dalam inti utama Negara Republik Indonesia ini yaitu pancasila, dikatakan bahwa seluruh warga Indonesia diharuskan memiliki agama, Ketuhanan yang Maha Esa dank arena hal ini maka seluruh warga pasti memilki agama dalam identitasnya meski sebagian hanya mengaku saja dan biasa disebut sebagai “Agama KTP”.
Selain itu budaya yang mulai menular dan masih belum merasuk hingga kedalam adalah tentang pernikahan dan perceraian, dimana kebanyakan artis di Indonesia sangat gencar dengan berita-berita mengenai perceraian, sedangkan masyarakat pada umumnya yang mayoritas menengah ke atas mengalami kesulitan untuk menemukan pasangan hidup (menikah) yang kemungkinan besar disebabkan karena individualisme yang mulai meninggi dan anggapan belum menemukan pasangan yang setara, akhirnya kebanyakan pernikahan dilakukan setelah umur 25 tahun ke atas untuk wanita, yang pada awalnya umur 21 tahun sudah banyak yang menikah. Atau pilihan lain adalah kebanyakan menikah pada saat merasa kesuksesan sudah didapat, yang hasilnya masih relative.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hasil dari pemabahasan makalah ini, penyebab utama menyebarnya budaya Amerika ke seluruh dunia disebabkan kemenangan yang diraih Amerika dari perang dunia kedua dan didukung oleh teknologi yang berkembang pesat diabad ini. Perkembangan budaya Amerika sendiri yang adalah hasil dari sekian banyak imigran yang ada membentuk suatu budaya yang dianggap global, dalam artian Amerika Serikat
Seperti dunia dalam skala yang lebih kecil, karena berbagai macam orang dan budaya ada disitu dan sepertinya menyatu, dengan baik. Pernyataan dari Colin Dueck ini memperkuat adanya asumsi saya tersebut: Indeed, this disjunction between ends and means has been so common in the history of American Diplomacy over the past century that seems to be a direct consequence of the nation’s distinctly liberal approach to International Relation.
Selain itu penyebaran ideology yang dilakukan lebih dulu dan pengimplementasian yang sukses membuat penerimaan lebih mudah dilakukan terutama oleh negara-negara berkembang, sehingga tidak perlu lagi terlalu bekerja keras untuk menyebarkannya, begitu pun pendapat yang dikeluarkan oleh Colin dueck “Liberal Internationalist, that is tend to define American interest in board, expansive, and idealistic terms, without always admitting the necessary costs and risks of such an expansive vision.”
Penyebaran soft power yang dilakukan dengan benar, membuat hasil yang juga baik dan dapat dilihat dengan jelas dampak yang telah dihasilkan. Seperti perekonomian suatu negara yang jelas dalam hokum internasional; bahwa suatu negara dilarang mencampuri urusan negara lain, terutama maslah pengambilan kebijakan dan ekonomi negara lain. Tetapi dalam kasus ini, hal ini dilakukan dengan “kasat mata”, tidak terlihat dan hampir tidak dirasakan. Seperti yang juga diketahui bahwa negara-negara maju berada pada sisi barat yaitu Amerika Serikat dan negara-negara eropa lainnya, kemajuan teknologi dan peradaban dengan pendidikan yang cukup tinggi membuat segala kegiatan industri dimulai disini. “Whatever road is chosen, multinational companies based in The U.S or Europe emerge increasingly as the engines driving globalization”
Hasil pecemaran lainnya terhadap adalah budaya dan gaya hidup, terhadap perubahan selera kebutuhan primer seperti pakaian dan makanan, dan juga hampir merasuki daerah paling inti dari segala sesuatu yaitu kepercayaan atau agama yang sekarang mulai memudar.

B. OPINI
Pandangan yang timbul dikepala saya adalah, penyatuan semua budaya yang ada menjadi hanya satu budaya dan satu bahasa yang diwajibkan. Hal ini akan terjadi bila masyarakat dunia tetap mengikuti dan menjadikan Amerika Serikat sebagai pilar utama. Tetapi sepertinya hal itu kemungkinan tidak akan terjadi karena sudah mulai timbulnya kesadaran dari pihak yang selama ini terpengaruh.
Tindakan dan kebijakan-kebijakan yang Amerika Serikat buat saat ini sudah tidak semantap dulu dan beberapa tindaka-tindakannya yang kejam, seperti yang kita tahu Amerika banyak terlibat dalam berbagai perang ataupun konflik, baik untuk mencari perhatian dunia atau untuk mencapai tujuan politik negara yang sudah di rancang, ditambah dengan munculnya kekuatan-kekuatan baru dari beberapa negara lain didunia. Semua hal ini baik intern dan ekstern membuat Amerika semakin berada dipinggir jurang, yang tidak tahu sedalam apa dan apa akibat dari kejatuhan ini.
Khususnya untuk Indonesia saya berharap Indonesia dapat melestarikan budaya yang ada, karena apa yang Indonesia punya hanya dimiliki oleh Indonesia jika bukan kiat sebagai warga negara yang melestarikannya, siapa yang akan melestarikannya. Indonesia termasuk peradaban yang memiliki dasar peradaban yang kuat. Meski sudah didatangi berbagai budaya kuat lainnya seperti pada zaman dulu kerajaan Hindu-Buddha, kemudian dilanjutkan masuknya kerajaan Islam ditambah dijajah empat negara. Tetapi dasar-dasar kebudayan Indonesia tetap terjaga, meski asimilasi tetap terjadi tetapi tetap tidak dapat menghapus hingga kedasar dan hal ini patut dibanggakan dan dilestarikan.

C. End Note
i, Doddy W. Sjahbuddin, “Popular Culture and The Media: Arts, Technology and Business Enterprise” dimuat dalam “JURNAL STUDI AMERIKA” Volume I. No.4. 1992. Hal 38
ii.“The Decline of America’s Soft Power: Why Washington Should Worry?”, by Joseph S. Nye, Jr.
iii.Pico Iyer. Video Nights at Katmandu: And Other Reports from Not-So-Far. New York, 1988, Hal.5. Dalam Doddy W. Sjahbuddin, “Popular Culture and The Media: Arts, Technology and Business Enterprise” dimuat dalam “JURNAL STUDI AMERIKA” Volume I. No.4. 1992. Hal 38-39.
iv.Ibid. Pico Iyer, 1988. dalam Doddy W. Sjahbuddin. Hal 39.
v.“How America Culture Correlates the Process of Globalization”, Articles, Author by Chi-yu Chang.
vi.Immanuel Wallerstein, “The Eagle Has Crash Landed”, dimuat dalam “American Foreign Policy” versi Annual edition, McGraw-Hill Contemporary Learning State, Dubuque, LA. 2008
vii.Henry Kissinger. “Does America Need a Foreign Policy?”. Simon & Schuster-New York, 2001. Hal.229
viii“America’s Role in The World: A Business Perspective on Public Diplomacy”. prepared by Business for Diplomatic Action.
ix.Ibid. Henry Kissinger. 2001
x.Ibid. Henry Kissinger. 2001
xi.http://www.robertbellah.com/articles_6.htm (Diakses pada 28 May 2010, pk. 22.10)
xii.Ibid. Doddy W. Sjahbuddin. Hal.38.
xiii.Ibid. Chi-yu Chang.
xiv.Ibid. http://www.robertbellah.com/articles_6.htm
xv.H. Roeslan Abdulgani, “Prespektif Diplomasi Indonesi-Amerika Serikat”, dimuat dalam “JURNAL STUDI AMERIKA” Volume V. Pusat Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia. 1999. Hal.25.
xvi.Ibid. Doddy W. Sjahbuddin. Hal.38.
xvii.Colin Dueck, ”Hegemony On The Cheap”, dimuat dalam “American Foreign Policy” versi Annual edition, McGraw-Hill Contemporary Learning State, Dubuque, LA. 2008.Hal.7.
xviii.Ibid.Colin Dueck, 2008. Hal.7.
xix.Ibid.Colin Dueck, 2008. Hal.7.


Oleh : MICHELLE
NIM: 209000041

1 komentar:

  1. Interesting article. Opini seharusnya tidak dipiashakn dari pembahasan dan anlaisa yang dilakukan. Sebaliknya, Anda melupakan untuk membuat kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan. Dalam tulisan, elemen minim yang harus terdapat adalah pendahulan, pembahasan dan kesimpulan.Tampilan penempatan referensi berupa endnote terasa tidak nyaman dan kadang membingungkan untuk mengikuti susunan argumentasi Anda.

    BalasHapus