Rabu, 02 Juni 2010

PERANAN PUBLIK DALAM PELAKSANAAN DIPLOMASI ( Johannes Raindy - 209000187 )


PERANAN PUBLIK DALAM PELAKSANAAN DIPLOMASI


STUDI KASUS :

DIPLOMASI PUBLIK


MAKALAH AKHIR



Disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah

Pengantar Diplomasi




Dibuat Oleh :

Johannes Raindy 209000187




Dosen Pengajar :

Shiskha Prabawaningtyas, MA




PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

UNIVERSITAS PARAMADINA

JAKARTA 2010






BAB I

P E N D A H U L U A N


I. Sejarah Diplomasi Publik

Dewasa ini, dalam memahami konsep tentang diplomasi pubik, kita perlu juga memahami terlebih dahulu konsep diplomasi secara umum. Konsep awal diplomasi mulai berkembang sejak dikenalkan pertama kali dalam Kongres Wina di Eropa pada tahun 1815. Perkembangan diplomasi pun dibedakan dalam tiga periode[1], periode pertama yang terjadi adalah pada tahun 476-1475. Pada masa ini dikatakan sebagai periode kegelapan ketika diplomasi belum terorganisir. Selanjutnya pada periode 1473-1914, di mana dikenal juga sebagai sistem negara Eropa, dan periode ketiga dimulai setelah diplomasi terbuka yang diperkenalkan oleh Presiden Woodrow Wilson di tahun 1918.

Pidato Presiden Amerika Serikat tersebut menandakan era yang dikenal sebagai era diplomasi yang demokratis. Akan tetapi, diplomasi yang berkembang pada masa itu masih merupakan diplomasi jalur pertama atau first track diplomacy[2] . Beberapa kalangan menyebutnya sebagai era diplomasi klasik ataupun konvensional.


II. Kerangka Teori

· Definisi diplomasi publik menurut J.B. Manheim:

“Efforts by the government of one nation to influence public or elite opinion in a second nation for the purpose of turning foreign policy of the target nation to advantage[3]


Menurutnya, diplomasi publik merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk mempengaruhi opini publik ataupun elit negara kedua dengan tujuan menjadikan Kebijakan Luar Negeri negara tersebut menjadi sebuah keuntungan.


· Definisi lain mengenai diplomasi publik dikemukakan oleh H.Tuch di mana ia mendefinisikan diplomasi publik:

“A Government’s process of communicating with foreign publics in an attempt to bring about understanding for its nation’s ideas and ideals, its institutions and culture, as well as its national goals and current policies[4]


Menurutnya, diplomasi publik merupakan suatu proses dari pemerintahan dalam bentuk komunikasi dengan publik luar negeri dan mengusahakan adanya pengertian mengenai ide dan idealnya negara, institusi-institusi dan kebudayaannya, begitu pula dengan tujuan nasional dan kebijakan negara tersebut.


Kekurangan yang disampaikan baik oleh J.B. Manheim maupun oleh H.Tuch mengenai diplomasi publik adalah kedua tokoh tersebut tidak menyatakan secara eksplisit bahwa diplomasi publik juga bertujuan bagi publik dalam negeri di mana berguna untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai pertanggung jawaban pemerintah tentang kebijakan atau sikap yang diambilnya mengenai suatu isu internasional tertentu.


Selain itu, diplomasi publik juga berguna untuk menggalang dukungan publik dalam negeri yang diperlukan ketika pemerintah memiliki kepentingan tertentu yang memiliki kaitan dengan identitas atau image negaranya ke dunia internasional. Seiring berjalannya waktu, diplomasi publik pun tidak hanya dilakukan oleh pemerintah resmi suatu Negara, tapi dapat juga dilakukan oleh aktor non-negara dalam rangka kepentingan tersebut.

Secara sederhana, diplomasi publik mempunyai tiga tujuan utama:

  • Untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antara kelompok atau negara dengan cara mengembangkan komunikasi, saling pengertian, dan meningkatkan kualitas hubungan pribadi.
  • Untuk mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, kesalahpahaman dengan cara memanusiakan “wajah musuh” dan memberikan individu-individu pengalaman-pengalaman khusus ketika saling berinteraksi.
  • Sebagai jembatan antara kegiatan diplomasi jalur pertama yang dilakukan oleh pemerintah dengan masyarakat. Caranya dengan menjelaskan pokok permasalahan dari sudut pandang masing-masing, berbagi perasaan dan kebutuhan, melalui komunikasi intensif tanpa prasangka. Diplomasi publik kemudian menjadi landasan untuk melakukan negosiasi yang lebih formal atau untuk membingkai sebuah kebijakan.


BAB II

I S I


2.1 Diplomasi Publik

Berdasarkan kerangka teori yang digunakan, Diplomasi publik didefinisikan sebagai upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding, informing, and influencing foreign audiences. Jika proses diplomasi tradisional dikembangkan melalui mekanisme government to government relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan pada government to people atau bahkan people to people relations. Diplomasi publik bertujuan untuk mencari teman di kalangan masyarakat negara lain, yang dapat memberikan kontribusi bagi upaya membangun hubungan baik dengan negara lain.


Diplomasi publik merupakan upaya suatu negara, melalui perorangan maupun lembaga, untuk berkomunikasi dengan publik di Negara-negara lain , termasuk dengan masyarakat setempat[5].Diplomasi publik ‘second track diplomacy’, didefinisikan sebagai upaya diplomasi yang dilakukan oleh elemen-elemen non-government secara tidak resmi (unofficial). Dalam hal ini second track diplomacy bukan berarti bertindak sebagai pengganti first track diplomacy, akan tetapi turut melancarkan jalan bagi negosiasi. Selain itu peranan second track diplomacy ini juga untuk melancarkan persetujuan yang dilaksanakan oleh first track diplomacy, dengan cara mendorong para diplomat untuk memanfaatkan informasi penting yang diperoleh pelaku-pelaku second track diplomacy.


Sedangkan di sisi lain, diplomasi publik (second track diplomacy) juga dilibatkan dalam diplomasi total (multi-track diplomacy). Hal ini dibutuhkan dalam rangka mencapai kesuksesan dalam menjalankan misi politik luar negeri. Diplomasi publik (second-track diplomacy) di dalam pelaksanannya melibatkan berbagai aktor dengan latar belakang yang berbeda-beda, sesuai dengan bidangnya masing-masing, contohnya kaum bisnis atau profesional, warga negara biasa, kaum akademisi (peneliti, pendidik), NGO, lembaga-lembaga keagamaan dan keuangan, dan jalur kesembilan yakni media massa. Media massa dinilai memiliki fungsi yang sangat strategis karena memainkan peran sebagai pemersatu seluruh aktor diplomasi publik melalui aktivitas komunikasi yang dibuat olehnya.


Seiring dengan perjalanannya, diplomasi publik tentunya memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai, salah satunya adalah agar masyarakat internasional memiliki sebuah pandangan yang baik terhadap suatu Negara. Hal itu dapat ditinjau melalui aspek masyarakat sipil. Memiliki persepsi baik tentang suatu negara, yang ditinjau dari aspek civil society. Tujuan lain dari terlaksananya diplomasi publik adalah :

· untuk mengurangi atau menyelesaikan konflik melalui pemahaman komunikasi dan saling pengertian serta mempererat jalinan hubungan antar aktor internasional,

· mengurangi ketegangan, kemarahan, ketakutan, dan salah persepsi,

· menambah pengalaman dalam berinteraksi,

· mempengaruhi pola pikir dan tindakan pemerintah dengan menjelaskan akar permasalahan, perasaan, kebutuhan, dan mengeksplorasi pilihan-pilihan diplomasi tanpa prasangka, dan

· memberikan landasan bagi terselenggaranya negosiasi-negosiasi yang lebih formal serta merancang kebijakan pemerintah.

Melalui peningkatan aktivitas diplomasi publik, pemerintah berharap upaya diplomasi akan berjalan lebih efektif dan memberikan dampak yang lebih luas dan besar pada masyarakat internasional. Intinya, publik memegang peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah Negara, terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang sangat variatif. Bagaimanapun juga, misi diplomasi tidak akan pernah berjalan dengan efektif tanpa keterlibatan publik.


2.2 First Track Diplomacy dan Second Track Diplomacy

Tentunya dalam pelaksanannya first track diplomacy maupun second track diplomacy memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut salah satunya adalah fokus kepada hasil yang cepat, sedangkansecond track memulai aksinya dengan proses dialog yang panjang, tanpa ada kepentingan untuk memperoleh hasil dengan cepat. Second track diplomacy dianggap sebagai sebuah komplementer.

Keberadaan first track diplomacy maupun second track diplomacy merupakan proses yang saling menguntungkan dalam menciptakan perdamaian dalam manajemen konflik. Keduanya merupakan dua putaran yang saling melengkapi satu sama lain serta memiliki karakter dan tanggung jawab umum dalam konflik. Masing-masing track memiliki efektivitas dan memiliki metode yang sama yang tidak saling tergantikan satu sama lain.


Gambar Track I dan Track II Diplomacy

Track I

Track II

Aktor

Perwakilan resmi, pemerintah, organisasi Multinasional, Elit, pemimpin lawan

Perwakilan tidak rsmi, NGO, pemimpin lokal dan regional, kelompok Grassroots

Metode

Insentif positif dan negative, mediasi, dukungan politik dan ekonomi

Diskusi dua-arah, workshop pendidikan, rekonsiliasi Grassroots

Arena Konflik

Hadir dalam semua arena akan tetapi lebih menekankan pada Peacemaking dan Peacekeeping ketika aktor resmi memutuskan untuk menghentikan-pertikaian, kedamaian dimungkinkan dan adanya langkah untuk bernegosiasi dalam perjanjian.

Hadir di semua arena tetapi lebih berperan dalam pencegahan konflik dan Peacebuilding ketika aktor lokal dan regional mendeteksi adanya tanda bahaya terkait dengan kekerasan dan dengan segera dapat mendukung teknik rekonsiliasi personal antara pihak yang berlawanan.



2.3 Publik dan Pengaruhnya Terhadap Pembuatan Kebijakan Luar Negeri

Dewasa ini, isu-isu dalam hubungan internasional meningkat sangat signifikan sehingga memacu aktivitas diplomasi. Hal itu akhirnya menyebabkan, hubungan internasional yang selama ini hanya dipandang sebagai hubungan antar Negara, menjadi luas pandangannya yaitu meliputi hubungan antarmasyarakat internasional.

Peranan aktifitas pemerintah dalam menjalankan misi-misi diplomasi tentu saja tidak akan efektif dalam menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap suatu Negara, apabila pemerintahan tersebut masih menggunakan first track diplomacy[6]. Olehkarena itu, peranan publik sangat dibutuhkan dalam melengkapi aktivitas yang dilakukan menggunakan first track diplomacy.

Munculnya publik sebagai salah satu kekuatan diplomasi bermula dari asumsi bahwa pemerintah dalam pelaksanaan misi diplomasinya tidak selalu dapat menjawab tantangan yang ada di dalam isu-isu internasional. Hal ini disebabkan sifat kaku yang telah melekat ddari pemerintahan itu sendiri. Tentunya peranan publik dalam diplomasi ini juga diharapkan dapat membawa upaya diplomasi yang lebih efektif dan memberikan dampak secara langsung kepada masyarakat luas. Selain itu, dengan kehadiran publik dalam dunia diplomasi juga diharapkan dapat memberikan sumbangsih masukan dan cara pandang yang berbeda dalam memandang suatu masalah.

Dalam mencapai kepentingan nasionalnya, setiap Negara dapat menggunakan hard power maupunsoft power. Setelah Perang Dunia II usai, penggunaan hard power lebih diminimalisir, sehingga lebih menekankan pada peranan soft power dalam penyelesaian sebuah masalah. Dalam soft power, peranan publik tidak dapat dilepaskan, karena turut memberikan andil dalam proses pembuatan sebuah kebijakan. Hal tersebut mendukung bahwa peranan opini publik memberikan andil yang cukup berpengaruh dalam pembuatan kebijakan politik luar negeri sebuah Negara.

Di sisi lain, publik juga dapat dikategorikan sebagai sebuah soft power yang berjalan beriringan dengan hard power. Hard power disini dapat diartikan sebagai kekuatan persenjataan atau kekuatan diplomasi dari suatu negara di tataran internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan soft poweradalah kekuatan negara dalam membentuk sebuah paradigma yang akan mendukung terlaksananya sebuah kebijakan politik luar negeri.

Media pelaksanaan dari soft power ini antara lainnya terdiri dari peran media internasional, budaya dan pendidikan. Muncul pula pertimbangan bahwa publik perlu dilibatkan dalam negosiasi ataupun pembuatan keputusan karena segala bentuk kebijakan politik luar negeri yang akan diterapkan oleh suatu negara harus mendapatkan dukungan yang kuat dari publik.

Pada akhirnya, apabila opini publik internasional telah dapat dikuasai, maka aktor negara akan mendapatkan dua keuntungan utama. Pertama, proses pembuatan dan perumusan kebijakan politik luar negeri negara tersebut tidak akan melalui sebuah proses yang sulit (karena telah memahami situasi publik). Kedua, keputusan kebijakan politik luar negeri juga akan dapat diwujudkan secara optimal, karena telah tercapainya faktor pertama dengan baik.


2.4 Media sebagai Salah Satu Alat Publik untuk Mempengaruhi Sebuah Kebijakan

Pendekatan yang terpusat media massa dalam diplomasi publik masih memegang peran penting. Setiap hari pemerintah harus mengoreksi penyajian-penyajian yang keliru pemberitaannya, sekaligus menyampaikan pesan tentang strategi jangka panjangnya. Kekuatan utama pendekatan media massa adalah pada jangkauan audiensnya dan pada kemampuannya membentuk kesadaran publik.

Sementara itu, kelemahan media massa terletak pada bahwa pesan yang disampaikannya yang tidak selalu berhasil dipahami dalam konteks budaya setempat Pengirim pesan tahu apa yang dikatakannya, namun penerima pesan tidak selalu paham. Hambatan budaya kerap mendistorsi pesan tersebut[7].

Komunikasi jejaring, di pihak lain, bisa mengambil keuntungan komunikasi dua arah dan memelihara hubungan kesetaraan untuk mengatasi hambatan budaya itu. Namun bagi pemerintah, tipe desentralisasi dan fleksibel ini sulit dicapai mengingat sifat struktur sentralis pemerintah.

Tingkat fleksibilitas yang tinggi dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam memanfaatkan jejaring telah menimbulkan sebuah paham diplomasi baru yang disebut dengan "diplomasi baru" (new public diplomacy). Jenis diplomasi ini tidak hanya terbatas pada kegiatan mengirim pesan, kampanye promosi, atau bahkan pada kontak langsung pemerintah dengan publik luar negeri. Diplomasi baru ini juga berkaitan dengan membangun hubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat madani di negeri lain dan memfasilitasi jejaring LSM lokal dengan LSM luar negeri.

Dalam pendekatan ini, kebijakan pemerintah tidak lagi untuk mengontrol, tetapi ditujukan untuk memajukan dan berpartisipasi dalam jejaring lintas negara. Memang, terlalu banyaknya kontrol pemerintah, atau kemunculan pemerintah dalam dimensi itu, bisa menggerus kredibilitas pemerintah itu sendiri. Padahal fungsi jejaring justru untuk menciptakan kredibilitas itu. Evolusi diplomasi publik dari komunikasi satu arah menjadi dialog dua arah mengajak publik untuk menjadi partisipan (co-creator) dalam menciptakan makna dan komunikasi.

Permasalahan yang kemudian muncul adalah mengenai bagaimana cara yang efektif bagi suatu negara dalam menguasai suatu opini publik. Dalam kasus ini, aktor media merupakan aktor yang memiliki akses terbesar dalam menguasai opini publik masyarakat. Contoh konkretnya antara lain dapat terlihat dalam kasus Al-Jazeera. Sejak tenarnya stasiun televisi ini pada tahun 2003 dengan memberikan pemberitaan yang berbeda dari media internasional lainnya mengenai perang Irak, kantor berita ini dapat dikategorikan sebagai pembentuk opini publik oposisi yang paling kuat di tataran dunia internasional, selain CNN dan BBC. Bukti pembentukan opini publik dari Al Jazeera antara lainnya terlihat dalam acara The Opposite Direction yang di-anchored oleh Dr. Faisal Al-Qassim.

Di berbagai episodenya, Dr. Qassim mengundang tokoh-tokoh dengan latar belakang yang berbeda dan cenderung kontroversial. Di salah satu episode dari The Opposite Direction, Dr. Qassim membawakan tema “Are Hezbollah are Resistance or Terrorist?”, dengan dihadiri oleh dua scholars dari Mesir dan Lebanon. Episode ini kemudian berdampak pada kecaman dari berbagai negara Arab seperti Suriah dan Mesir karena menganggap Al Jazeera memprovokasi masyarakat Arab lainnya untuk menganggap Hezbollah sebagai freedom-fighter dibandingkan sebagai rebellion.




BAB III


K E S I M P U L A N


Dewasa ini, peranan publik tidak dapat lagi ditinggalkan dalam proses pembuatan keputusan atau kebijakan luar negeri, termasuk di dalamnya proses negosiasi terhadap suatu permasalahan. Diplomasi publik dapat menjadi sebuah pilihan strategis untuk menguatkan diplomasi bilateral suatu negara dalam mencapai kepentingan nasional sesuai dengan tujuan nasional yang terdapat dalam politik luar negeri Negara tersebut.Diplomasi publik merupakan upaya suatu negara, melalui perorangan maupun lembaga, untuk berkomunikasi dengan publik di Negara-negara lain , termasuk dengan masyarakat setempat.

Peranan media tidak dapat ditinggalkan begitu saja, karena publik akan cenderung menggunakan media untuk menyampaikan aspirasi-aspirasinya, sehingga aspirasi-aspirasi tersebut yang akan mempengaruhi sebuah kebijakan suatu Negara.



[1] Mowat, Robert Balmain, Diplomacy and Peace, Michigan:Williams & Norgate Ltd. , 1935

[2] upaya negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah resmi sebuah Negara dengan pemerintah resmi dari

Negara lainnya.

[3] Bennett, W.Lance and David L.Paletz, Taken by Storm “The Media, Public Opinion, and U.S.Foreign Policy in The Gulf War, Chicago: The University of Chicago Press, 1994 halaman 132

[4] Wang, Jay, Public Diplomacy and Global Business, dalam Journal of Business Strategy, Vol.27, No.3, 2006

[5] Definisi umum tentang Diplomasi Publik yang dikeluarkan oleh Pusat Publik Diplomasi di University of Southern California (2005)

[6] Susetyo, Pr, Benny, Peranan Diplomasi Publik, http://ditpolkom.bappenas.go.id/basedir/artikel , diakses pada tanggal 29 Mei 2010 pukul 17.55 wib

[7] NYE, Joseph S., Diplomasi Publik Baru, Opini, Pikiran Rakyat, 16 Februari 2010

1 komentar:

  1. Nice article. Great jobs. Akan lebih baik jika pembahasan disertai paparan contoh.

    BalasHapus